F. Xaverius (SGI Dan SGL)

Pekerjaan Fransiskus Xaverius di Maluku (1546-1547)
Fransiskus Xaverius lahir pada tahun 1506 dari keluarga bangsawan di Spanyol. Ia menjadi salah seorang anggota pertama Serikat Yesus(1534/1540). Hanya kebetulan saja ia menjadi seorang Misionaris ke Asia. Pergi ke Goa, dimana Serikat mau mendirikan suatu cabang. Xaverius  berangkat pada tahun 1542.
Xaverius bekerja di Goa ditengah-tengah orang-orang Portugis dan Indo-Portugis yang kehidupannya bobrok betul. Tetapi ia ingin melayani orang-orang pribumi dan berangkat ke daerah pantai utara Goa untuk membina jemaat yang terlantar di sana. Setelah 2 tahun di India, ia mendengar kabar tentang kesempatan yang baik di  Sulawesi Selatan. Iapun berangkat ke Malaka. Di sana ia belajar bahasa Melayu, kemudian ia berlayar ke Maluku, dimana ia bekerja kira-kira 15 bulan lamanya (1546-47), mula-mula di Ambon, kemudian Ternate dan Halmahera, kembali di Ternate dan akhirnya di Ambon. Setelah itu ia berangkat ke Jepang. Ia meninggal di suatu pulau kecil di lepas pantai Tiongkok, setelah usaha untuk memasuki negeri itu gagal (1552). Pada tahun 1622, Xaverius dinyatakan sebagai “orang kudus” (santo) oleh gereja Katolik-Roma.
Pada abad ke-16, Xaverius menjadi perintis Misi gaya baru dan merupsksn tokoh yang paling menarik di antara para misionari pada masa itu. saat di Ternate Xaverius melihat bahwa orang-orang Kristen Portugis dan Indo-Portugis hidup seenaknya dan bodoh dalam hal agama. Sehingga membuat dia menyelenggarakan pembelajaran agama Kristen untuk anak-anak dan orang dewasa. Xaverius membuat rumusan-rumusan pokok iman Kristen, seperti: Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, Salam Maria, Kesepuluh Firman, dan lain-lain. Xaverius menterjemahkan rumusanya itu ke dalam bahasa Melayu.
Pada malam hari, Xaverius keliling kota sambil memegang lonceng kecil dan diampergi dari ruamah ke rumah untuk mendoakan jiwa-jiwa di api penyucian. Di Ternate Xaverius menyusun pula semacam katekismus, dalam bentuk  suatu syair yang mengandung penjelasan tentang Pengakuan Iman Rasuli dalam Bahasa Portugis. Ada 7 kampung di Ambon yang telah masuk Kristen saat Xaverius datang dan dia memakai cara kerja yang kira-kira sama seperti di Ternate.
Fransiskus berusaha juga menyebarkan Injil kepada orang-orang yang masih menganut agama nenek moyang. Ia berkeliling di seluruh Leitimor ( bagian Selatan pulau Ambon ) dan mengunjungi pulau Seram, Saparua, dan Nusa Laut di mana belum terdapat orang-orang Kristen. Tetapi hasilnya tidak seberapa, hanya di Nusa Laut ia berhasil membabtis satu orang. Karena itu, ketika berangkat dari pulau itu, ia membuka sepatu dan mengebaskan debu daripadanya.
 Sebelum meninggalkan Ambon, di setiap kampung Kristen ia mengangkat beberapa orang, yaitu mereka yang paling maju dalam pengetahuan tentang iman Kristen, menjadi pengajar bagi teman-teman sekampungnya. Dan ketika hendak kembali ke Malaka, ia menulis surat-surat kepada atasannyameminta agar iman-iman lain dikirim ke Maluku. Kebijaksanaan ini sudah lebih baik daripada misi-negara yang membiarkan saja jemaat-jemaatyang baru tanpa penggembalaan bertahun-tahun lamanya.
Xaverius tidak dapat tinggal lebih lama di Ambon dan di Maluku. Ia merasakan diri sebagai seorang perintis, tidak mau menetap di suatu tempat. Telah ia mendengar mengenai kesempatan indah yang ada di negeri Jepang dan ia ingin pergi ke sana. Tokoh Xaverius telah berhasil menimbulkan rasa cinta-kasih kepada mereka semua karena keramahannya yang luar biasa. Orang-orang di Ambon dan di Ternate menangis ketika ia pergi. Dan munculah cerita ajaib mengenai dia. Misalnya pernah salibnya hilang dalam laut dalam usaha menenangkan ombak yang bergelora.
Agama kristen di Maluku Utara(1547-akhir abad ke-18)
Dalam tahun-tahun sesudah 1547, usaha misi berkembang terus sampai meliputi wilayah yang semakin luas di Indonesia Timur. Di Maluku Utara, tahun 1570 merupakan titik-balik dalam perkembanga gereja. Sebaliknya, sesudah tahun 1570 riwayatnya laksana mundurnya laut di waktu air surut: masih ada ombak-ombak maju ke depan, tetapi setiap ombak maju kurang jauh dari yang sebelumnya.
Selama tahun 1547-1570, Ternate tetap merupakan pusat kegiatan misi. Sultan yang pada zaman itu berkuasa atas Ternate ialah sultan Hairun (1535-1570). Ia ingin mendirikan suatu kerajaan besar, yang akan meliputi seluruh Maluku dan daerah-daerah sekitarnya, termasuk ketiga kerajaan Islam yang lain. Kehadiran orang-orang Portugis tak bisa tidak merupakan rintangan. Dari, itu Hairun tidak begitu suka kalau ada daerah yang menerima agama Kristen dan dengan demikian menjadi sekutu Portugis. Di lain pihak, untuk sementara waktu ia harus bekerja-sama dengan orang-orang Portugis, supaya mereka ini tidak memindahkan pangkalan mereka ke pulau yang lain.
Pada saat Portugis dan Ternate sedang rujuk, ketiga penguasa Islam yang lain memusuhi orang-orang Portugis dan menghambat misi serta anak buahnya. Akibatnya, misi mendapat pukulan terus-menerus, dari Ternate  ataupun daripada musuh-musuhnya. Namun demikian, jemaat-jemaat pada zaman itu masih dapat maju. Apabila merasa terancam oleh Ternate, daerah-daerah yang lain, baik yang beragama islam maupun yang menganut agama suku, mencari persahabatan dengan orang-orang Portugis untuk mengimbangi kuasa Hairun. Cara yang  terbaik untuk menjalin persahabatan dengan orang-orang Portugis ialah dengan menerima agama mereka.
Perkembangan Misi yang paling menonjol dan memberi harapan terjadi di Halmahera. Orang-orang kristen di kumpulkan kembali dan jumlah kampung-kampung Kristen  di Halmahera Utara dan di Moratai bertambah terus. Pada tahun 1557 terjadilah suatu krisis. Panglima Portugis di Ternate merampas cengkeh yang merupakan milik sultan Hairun dan ketika sultan melawan, ia di tahan. Orang-orang Kristen di Halmahera di paksa masuk Islam. Mungkin kepala suku Joao dari Mamuya tewas alam penghambatan itu. Namun krisis ini pun tidak dapat menahan perkembangan misi di Maluku Utara. Sekitar tahun 1565, jumlah kampung-kampung Kristen ialah 47 buah dengan 80.000 jiwa. Dan pada tahun itu juga raja Bacan di baptis begitu pula beberapa orang keluarga raja Tidore, dan mereka semua diberi nama-nama portugis.
Di tahun 1569 Gereja Kristen di Maluku Utara, boleh dikatakan telah mencapai puncak perkembangannya, tapi terdapat krisis baru yang dilanda jemaat-jemaat. Krisis ini dimulai dengan penghambatan oleh sultan Hairun yang di lancarkan terhadap orang-orang kristen di Halmahera Utara (1568/1569). Pada tahun 1570 Orang-orang Portugis di Ternate tidak bisa berbuat apa-apa. Lalu tak terduga panglima mereka bertindak sangat kurang bijaksana. Ia mengadakan perjanjian damai dengan sultan – dan pada esoknya Hairun di bunuh atas perintah panglima.
Misi di Maluku Utara hampir dilumpuhkan oleh kejadian-kejadian ini. Para pekerja dari Eropa tinggal beberapa orang saja. Halmahera terpaksa ditinggalkan. Orang-orang Kristen di sana dengan sukarela atau dengan terpaksa, mengingkari imannya. Gereja di Halmahera hancur. Di Bacan dan di Tidore masih terdapat jemaat-jemaat kecil selama beberapa puluh tahun. Sejak tahun 1580, negara Spanyol menjadi sekutu Portugal dan bersama-sama mereka akhirnya berhasil mengalahkan Ternate (1606). Berkat kemenangan ini maka selama beberapa tahun misi dapat dijalankan kembali di Halmahera (1606-1613). Tetapi sekarang orang-orang yang dibaptis berjumlah ratusan, bukan ribuan seperti 50 tahun sebelumnya. Dan pada tahun 1613, misionaris-misionaris di Halmahera terpaksa mengungsi lagi. Kekristenan di pulau itu hilang dan perkabaran Injil barulah di mulai kembali dalam abad ke-19.
Pada tahun 1605, orang-orang Belanda merebut Ambon dan semakin mendesak orang-orang Spanyol dan Portugis ke Utara dan Belanda menjadi skutu dari kerajaan Ternate. Akan tetapi orang-orang Belanda tidak menggunakan kehadiran mereka di Maluku Utara untuk mengabarkan Injil. Orang-orang Kristen di Halmahera mereka biarkan saja. Pemerintah VOC tidak merasa terpanggil mengabarkan injil kepada orang yang bukan Kristen kalau hal itu tidak cocok dengan kepentingan dagangnya.
Akibat sikap ini, jemaat Kristen di Ternate dan di tempat-tempat lain di Maluku Utara hanya merupakan “jemaat benteng” saja. Anggotanya terdiri dari orang-orang Belanda-totok pegawai dan serdadu Kompani, dan dari orang-orang Kristen warisan zaman Portugis: orang-orang Maluku asli dan orang-orang “mardeka”. Orang-orang mardeka (mardijkers) erah lain, yang beragama Kristen. Sejarah jemaat-jemaat ini berlangsung terus sampai abad ke-18, bahkan sampai kepada zaman kita, bahwa pernah pendeta di Ternate berani mengecam dosa-dosa pembesar VOC di sana, dan oleh karena itu ditahan dan dikirim ke batavia (kemudian pendeta itu menjadi pekabar injil di Taiwan).
Jemaat-jemaat protestan ini berdiri di samping jemaat Katolik Spanyol/Portugis di Ternate dan Tidore. Dikalangan mereka ini kesadaran tentang tugas penyiaran agama Kristen adalah lebih hidup. Tetapi kelemahan orang Spanyol/Portugis mencegah usaha-usaha yang lebih luas. Dan pada tahun 1666 kedua benteng terakhir itu dikosongkan. Pater-pater yang masih tinggal mengungsi bersama dengan tentara  ke Filipina.
Di Maluku Utara, keadaan politis sepanjang abad ke-16 begitu rumit sehingga orang-orang Yesuit tidak berhasil menciptakan suatu GerejaKristen yang mantap. Dua kuasa imperealisme hidup di sana berhadap-hadapan, bergumul satu sama lain dan akhirnya saling merusakkan. Dengan kedatangan orang-orang Belanda keadaan politis menjadi lebih tenang, ketika kekristenan di Maluku Utara tinggal reruntuhan saja.





SUMBER : RAGI CERITA 1, halaman 47-57.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH TEOLOGI SISTEMATIKA tentang "BIBLIOLOGI"

gereja di maluku selatan selama masa portugis (SGI & SGL)

LATAR BELAKANG DAN KONSEP TEOLOGIS KITAB YUNUS